Sabtu, 23 Mei 2009

Belajar Dari Kehilangan

Belajarlah dari kehilangan
Duhai diri yang acap kali lalai.

Wahai Zat Yang Maha Pendidik
Engkau hilangkan setelah Kau berikan
tanda Kau masih bentangkan waktu itu,
"Berbenahlah"! kata-Mu

Belajarlah dari kehilangan
dari keteledoran
atau dari takdir-Nya untukmu,
sebab
Hak-Nya mengambil milik-Nya,
dan wajibmu memetik hikmah
untuk mendekat
merapat
dan membuat-Nya "bahagia"

kembali
adalah ridha-Nya setiap membaiknya dirimu.

Jawaban Sebuah Teka-Teki

Sepertinya tak ada yang salah dengan pagi itu... Tapi entahlah, aku merasa sangat berat untuk masuk ke dalam kelas. Walaupun sebenarnya aku sama sekali tidak mengetahui apakah dia berada di dalam atau tidak. Setengah jam aku lewatkan satu mata kuliah dengan begitu saja. Ku duduk di sebuah bangku panjang bersama seorang teman ku. Ku lepaskan keresahanku lewat guyonan-guyonan. Yah, cukup sedikit mampu untuk mengendurkan saraf-saraf ku.

Setelah merasa sedikit nyaman, aku berdiri dan beranjak menuju kelas. Tanpa memperhatikan siapapun, ku tuju sebuah bangku yang akan ku duduki. Ku letakkan tas ku di atas meja, seorang lelaki berbalik ke belakang dan menyapa ku. Tersentak, aku pun melemparkan senyum. Pikiranku begitu tak karuan, pembicaraan dosen seperti angin lalu bagiku. Aku merasa takut untuk mempertanggung jawabkan sms-sms bodoh ku, sms-sms yang semestinya tidak harus pernah sampai di handphone-nya. Sebuah kesalahan yang tak seharusnya aku lakukan.

***
Selama ini ada sesuatu yang tidak pernah bisa ku artikan, karena ku tak pernah memperoleh sebuah arti dari lisannya. Sesuatu yang tidak pernah ku ketahui, karena ku tak pernah memperoleh sesuatu yang membuat aku benar-benar tahu. Aku hanya mampu menterjemahkan yang aku tahu, dan menunggu apakah dia seperti yang aku tahu??

Menunggu, sebuah kata yang cukup penuh dengan teka-teki, antara dua kondisi, kepastian dan ketidakpastian. Butuh waktu yang sangat begitu lama untuknya mengungkapkan. Namun, saat itu waktu berkata lain, "bapak tua" yang tak ku kenal itu telah membawaku ke sebuah perjalanan yang harus ku lewati, sebuah itikad baik, kenapa aku tidak mencoba?? Toh, dia tidak seperti yang aku tahu, dan aku pun juga tidak tahu darinya. Ku mencoba menjalani sebuah pilihan yang telah dipilihkan oleh "bapak tua" itu. Walaupun, hatiku masih mempertanyakan keingintahuanku. Satu minggu sudah ku mencoba menjalani pilihan "bapak tua" itu.

Suatu hari, ba'da ashar handphone ku berdering. Kuambil, handphone ku disamping bantal, karena saat itu aku masih tertidur. Suara seorang lelaki yang aku kenal mengucap salam. Ada apa dia menelpon ku, tanya ku dalam hati. Dia pun mengutarakan perasaannya pada ku, dengan nada pelan ku menjelaskan keadaanku saat itu. Terlambat. "Bapak tua" itu telah memilihkan jalan untukku. Sejak saat itu ku merasakan keraguan, aku tidak ingin menyakiti siapapun. Ku mencoba bertahan dengan jalan yang dipilihkan untukku, meskipun aku harus merasa terkekang oleh pilihan "bapak tua". Seluruh kegiatan ku dimonitori olehnya, kebebasanku dengan sahabatku menjadi renggang. Setiap hari harus menerima telepon, setidaknya aku kan masih punya kegiatan lain yang harus aku selesaikan. Keadaan seperti itulah yang semakin membuatku bimbang, aku sepertinya tidak sanggup berjalan seperti ini.

Ku mencoba sharing dengan seorang teman curhat terbaik ku, yap dia adalah ibu ku. Kuceritakan keadaan dan posisiku. Tanpa banyak comment, ibu ku hanya menyuruhku untuk shalat istikharah. Aku melaksanakan apa yang ibu perintahkan padaku. Setelah berkali-kali melaksanakannya, hatiku telah bulat untuk mengambil sebuah keputusan. Aku akan lebih tenang bila aku tidak meneruskan perjalanan itu. Ku ambil handphone-ku dan segera menghubunginya, dengan penuh rasa bersalah dan berdosa aku menjelaskan padanya, aku tidak mungkin hidup seperti ini, dan aku pun telah memberikan kesempatan yang sama? Aku tahu dia sakit karena keputusanku, tapi Alhamdulillah, aku yakin dia cukup dewasa untuk mengambil sikap. Dan dishalat malam ku, ku mendoakannya semoga dia mendapatkan seorang wanita yang jauh lebih baik dari aku. Terimakasih banyak ku ucapkan padanya, banyak pelajaran yang ku terima darinya...

Seusai perjalanan yang telah "bapak tua" berikan padaku, aku kembali dekat dengan lelaki yang terlambat itu. Tak ada yang berubah dengan hubungan pertemananku dengan lelaki terlambat itu, ada sesuatu yang ingin ku bicarakan tapi tidak ada yang memaksa aku berbicara. Ada sesuatu yang ingin ku ketahui tapi tak ada sebab aku harus tahu. Namun, di sisi lain, aku masih sangat ingin menjaga perasaan seseorang yang telah ku sakiti. Aku berusaha dalam diamku , itu jauh lebih adil buat lelaki yang telah ku sakiti. Aku ingin tahu apa yang aku ingin tahu, tapi aku tidak ingin menjalani yang akan kuketahui. Karena aku ingin orang yang telah ku sakiti mendapatkan penggantiku. Tidak mungkin bagiku untuk menjalani dengan lelaki itu, karena mereka berdua adalah teman baik, dan sikonnya pun tidak memungkinkan. Aku ingin mendengar orang yang telah ku sakiti mendapat penggantiku, barulah aku akan mencari tahu apa yang tak pernah ku ketahui.

Jujur, sangat menyebalkan. Tak ada sebab yang memaksa untukku dan lelaki itu berbicara. Ya....biarlah "bapak tua" yang menjawab. Tapi besar hikmahnya bagiku, aku masih bisa menjaga perasaan orang yang telah ku sakiti. Waktu terus berjalan, hari berganti bulan... Teman ku memberi nasehat kepadaku, ia mengatakan bahwa pemikiran ku ini ga adil untuk diriku sendiri. Adapun kejadian yang telah berlalu itu memanglah sudah dan harus barang mesti ku lewati. Ku mencoba menerima nasehat itu dan berusaha lebih bijak dalam mengambil sikap. Akhirnya aku memberi kesempatan "bapak tua" untuk memberi jawaban tentang teka-teki ini. Tak ada sesuatu yang ku dengar darinya... Sudah cukup, mungkin apa yang ku tahu, ga seperti yang ku kira. Dan aku memang tidak pernah tahu, karena dia tidak pernah memberi tahuku. Ku menjauh darinya, mungkin dia pun merasa bahwa ku menjauhinya.

Pada waktu bersamaan ada lelaki lain yang dekat dengan ku. Lelaki itu memberikan kenyamanan, atau mungkin itu hanya penyebab dari kebuntuan teka-teki itu, tidak tahulah. Lagi-lagi "bapak tua" itu datang memberi satu perjalanan lagi bagiku. Suatu kebimbangan, haruskah aku menunggu lagi yang tidak pernah ku ketahui atau kah aku akan menjalani sesuatu yang telah ku ketahui dari "bapak tua" itu. Namun, sebelum aku memutuskan untuk berjalan dengan arus "bapak tua", aku sempat mempertanyakan akan perasaan lelaki itu, aku ingin mencari tahu yang tidak pernah ku ketahui. Tapi tak ku dapat sebuah jawaban, dia bingung dengan dirinya. Sudah cukup, itu menunjukkan dia tidak sebesar rasanya untukku. Ok, kembali lagi ke prinsip ku, jalani sesuatu yang telah pasti, abaikan sesuatu yang aku sendiri masih belum tahu jawabannya. Mungkin benar, dia tidak seperti yang ku kira. Buktinya, sampai dua orang yang punya itikad baik denganku mampu mengungkap, sedangkan dia??? Uhhh, yah kembali lagi pada-NYA, lagi-lagi hanya "bapak tua" yang akan bisa menuntun untuk menemukan jawabannya. Aku pun harus menjauhi dia kembali, aku hanya ingin kejadian seperti dulu. Aku tidak ingin melukai hati orang lain lagi. Dan aku ingin mengusir kebimbanganku, sedikit kenyamanan pun aku dapatkan, walaupun kadang terbesit rasa keingintahuanku tentang yang ia pikirkan tentang diriku.

Sebulan, dua bulan, aku mengikuti arus yang "bapak tua" berikan padaku. Banyak hal yang telah "bapak tua" berikan padaku, pelajaran hidup dan arti sebuah kedewasaan. Perbedaan cara pandang dan prinsip, telah mengajariku arti sebuah kesabaran. Melaluinya aku ditempa, bagaimana aku harus masuk kedalam pemikiran orang lain tanpa harus meninggikan ego. Terimaksih atas segala pelajaran yang dia berikan padaku.

Aku merasa kali ini mungkin lelaki itu telah menyerah, karena untuk kedua kalinya aku menjalani sebuah perjalanan yang ku lewati dengan yang lain. Tak ada arus yang dapat ku hadang, semua berjalan begitu saja. Aku semakin menjauhinya, dan aku pun merasakan bahwa dia pun telah menjauh dariku.

Aku tak ingat dengan begitu pasti, hari apakah sore itu. Melalui chatting ku mendapat informasi dari lelaki yang pernah ku sakiti, bahwa dia akan menikah. Dia pun mempertanyakan hubungan ku dengan teman dekatnya itu. Ku jawab apa adanya, bahwa aku tidak bersama dia. Dia pun mengeluarkan pendapatnya bahwa temannya itu pantas dengan ku. Aku hanya terdiam, tak satupun komentar yang aku lemparkan. Dia seperti memberikan energi bagiku, pertama aku merasa bahagia karena dia telah mendapatkan wanita yang baik, kedua aku merasa lega karena selama kesendiriannya aku belum pernah sama sekali membicarakan keingintahuanku lebih lanjut. Dan mungkin lelaki kedua yang "bapak tua" berikan di hidup ku, adalah suatu pembelokan bagiku yang telah menyelamatkanku dari pelanggaran yang mungkin akan ku lakukan. Ternyata, aku baru mampu belajar, banyak hikmah dari sebuah kejadian...... Terimakasih untuk kalian....

Dari percakapan melalui chatting tersebut, ada sebuah dorongan yang menuntun ku untuk mencoba membicarakan dengannya. Biar semua menjadi jelas, dan tak ada lagi sebuah teka-teki.
Kuambil handphone di atas meja di kamar ku, ku mengetikkan sebuah kalimat yang ku kutip dari sebuah buku yang dipinjamkannya untukku. Mungkin bila dia peka dia akan mengerti yang aku maksud.
***
TAnpa terasa, jam kuliah telah selesai, memang saat itu dosen tidak begitu lama mengisi mata kuliah tersebut. Setelah dosen keluar dari ruangan, satu per satu teman-teman ku pun mulai meninggalkan ruangan pula. Ruangan sudah mulai sepi, hanya tinggal beberapa teman-temanku saja, termasuk dirinya. Aku menangkap gelagat lelaki itu yang sepertinya ingin berbicara denganku. Entahlah, apa yang kurasakan saat itu. Dugaanku benar, dia melontarkan sebuah pertanyaan tentang pernyataan sms yang telah ku kirimkan padanya. Aku tak tahu jawaban apa yang akan ku berikan padanya. Aku pun mencari-cari celah, dengan harapan aku tidak akan pernah berbicara tentang semuanya. Tetapi dia mnyeletuk mendahului pembicaraan. Secara spontan aku pun mengkonfirmasi, dan dimulailah permbicaraan panjang diantara kita. Ok, mungkin sudah saatnya aku ha rus menjelaskan semuanya.. Dan akhirnya semua telah terjawab, saat ini dia telah bersama dengan wanita lain...

***
Manusia hanyalah menjadi lakon dalam sebuah peran, aku tak tahu tentang apa yang terjadi saat ini sebelumnya, begitupun dengan dirinya. Semua telah berjalan sesuai arus, kesempatan- kesempatan pun terlewatkan, namun semua itu telah menjadi sebab-sebab yang mengantarkan kita pada sebuah jalan yang telah dipilihkan-NYA.....

violet

Bagaimana atau Kapan????

Manusia hidup dengan tiga masa di dunia ini. Masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Masa lalu telah menyisakan kenangan. Suka dan duka, pahit dan manis, apapun dan bagaimanapun, mas lalu akan selalu menjadi yang terkenang.

Masa sekarang adalah masa yang sedang ku jalani. Sepenggal perjalanan yang harus aku lewati. Pada setiap penggalan, ku harus merajut sebuah bilik di sudut hati, tempat diri mengais hikmah. Melupakan masa lalu dengan citi-cita dan keinginan-keinginan ku, serta meninggalkan masa depan dengan persepsi-persepsinya. Biarlah esok datang dengan membawa takdirnya. Memberikan segala sebab-penyebab yang membawaku untuk menjalani hidupku.

Allah SWT menjadikan segala sesuatu dengan batasan tertentu, ada zaman yang tidak boleh dilewatinya dan ada waktu yang tidak boleh dilangkahinya. Begitupun dengan persahabatanku. Ada zaman yang harus kami lalui bersama, dan ada pula zaman dimana kami merasakan kehilangan. Sebuah jarak yang memisahkan kita.

Tak ada pilihan bagiku, kecuali menyerahkan semua ini di atas kehendak-NYA serta berusaha memperbaikinya.

Sesungguhnya kesukaran itu ada zamannya dan harus dilewati tanpa menyisakan sedikitpun waktu yang telah ditetapkan. Yang menjadi perhatianku adalah bagaimana aku harus menghilangkan kesukaran itu, bukan menunggu kapan kesukaran itu berakhir.....


Violet